Ilmu selalu tumbuh dan berkembang, kebijakan pemerintah selalu dinamis, setiap guru atau sekolah pasti menghadapi masalah di dunia pendidikan. Alasan tersebut sepatutnya menjadi motivasi guru untuk selalu meningkatkan kompetensi agar mampu menjadi problem solver. Salah satu tantangan di dunia pendidikan yaitu tumbuhnya dunia digital berbarengan dengan semakin canggihnya perangkat teknologi. Dunia digital menuntut kompetensi baru yang harus dikuasai guru dan peserta didik yakni literasi digital.
Meskipun urgen, implementasi literasi digital di sekolah masih menjadi polemik. Misalnya, guru merasa terbebani karena harus belajar perangkat lunak yang rumit dibandingkan dengan media pembelajaran klasik. Selain itu, digitalisasi dianggap menjadi sumber degradasi moral peserta didik. Terlebih, hadirnya teknologi berbasis artificial intelligence (AI) menciptakan kekhawatiran akan menggantikan guru di masa mendatang. Pertanyaan muncul, apakah dunia digital seberbahaya itu? Apakah pada akhirnya peran guru akan tergantikan teknologi?
Jika kita berselancar di https://toptools4learning.com/, kita akan menemukan daftar 100 teratas perangkat digital untuk pembelajaran. Penyusunan peringkat tersebut berdasarkan mayoritas pengguna baik untuk pembelajaran pribadi (PPL), pembelajaran di tempat kerja (WPL) dan pendidikan (EDU). Namun, bukan berarti alat tersebut tidak dapat digunakan dalam konteks lain. YouTube menjadi peringkat 1 selama 7 tahun berturut-turut sebagai perangkat lunak yang paling signifikan untuk mempelajari hal-hal baru (hosting video dan platform berbagi). Peringkat berikutnya Power Point menjadi perangkat lunak favorit untuk presentasi dan Pencarian Google sebagai mesin pencarian informasi.
Dalam dunia pendidikan, peran perangkat digital tersebut berada dalam domain explicit knowledge. Ibarat ilustrasi gunung es, explicit knowledge merupakan kumpulan pengetahuan yang terlihat dan mampu diidentifikasi atau dipahami secara kasat mata meliputi data, informasi, dokumen, rangkuman dsb. Domain ini bersifat teoritis berbentuk tulisan atau dokumentasi. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, explicit knowledge mayoritas berperan di level C1 hingga C3 (mengingat, memahami dan menerapkan) sedangkan untuk level C4 hingga C6 (menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan) dapat menerapkan perangkat digital namun dengan pendampingan guru.
Lawan kata explicit knowledge yakni tacit knowledge. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang terdapat dalam pikiran dan perasaan peserta didik yang sesuai pemahaman dan pengalaman pribadi. Domain ini tidak terstuktur, tidak nampak dan sulit untuk diidentifikasi secara langsung. Bentuknya meliputi pengalaman, perasaan, proses berpikir, kompetensi, komitmen hingga karakter. Tacit knowledge berperan besar untuk membentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (level C4 hingga C6) dan menyumbang kesuksesan belajar peserta didik yakni sebanyak 95%. Pengetahuan dalam tacit knowledge dapat ditransfer secara efektif dengan bertatap muka (person to person) dan percakapan secara langsung. Peran guru berada di domain tacit knowledge.
Guru berinteraksi secara langsung dengan peserta didik meskipun dalam perkembangannya, pembelajaran dapat berlangsung melalui forum digital meeting. Perihal pengetahuan yang berkembang, guru dapat memanfaatkan perangkat digital untuk memperdalam dan memperluas pemahaman. Namun demikian, guru memiliki peran besar dalam memberikan konteks pengetahuan atau peristiwa yang terjadi, membimbing kemampuan bertanya, mengajarkan cara belajar (metakognitif), mengembangkan cara berpikir kritis, hingga mengarahkan dan mewadahi hasil karya peserta didik. Pada akhirnya, peran guru yang tidak dapat digantikan oleh teknologi digital secanggih apapun adalah mentransfer emosi dan sisi kemanusiaan dalam jiwa peserta didik.
Ditulis oleh Siti Mahmudah, S.Pd, mahasiswa PPG Prajabatan Universitas Islam Malang (UNISMA), email: sitimahmudah554@guru.smp.belajar.id, kontak: 085785472922
0 Comments